Pages

Jumat, 02 April 2010

Hakikat Pendidikan dan Pendidikan Islam

Pengantar

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh setiap bangsa yang dilakukan sepanjang masa. Melalui pendidikan ini diusahakan oleh setiap bangsa tercapainya cita-cita yang diharapkan dari generasi ke generasi berikutnya. Pendidikan adalah suatu alat bagi terlaksananya cita-cita dan harapan. Selain sebagi alat, pendidikan juga sebagai salah satu cara untuk mengubah keadaan bangsa, yaitu untuk meningkatkan taraf kehidupan yang lebih baik.

Kemajuan dan perkembangan pendidikan menjadi fakta penentu keberhasilan suatu bangsa. Sebagaimana yang dapat diindikasikan oleh bangsa barat seperti Amerika dan Eropa yang menjadi tolak ukurnya adalah dengan pendidikan. Karena sangat jelas sekali bahwa salah satu tujuan dari pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hingga dapat menjadikan sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas.

Dengan adanya fenomena kemajuan dan perkembangan zaman menghendaki adanya suatu sistem pendidikan yang komprehensif. Bagimanakah untuk menciptakan konsep pendidikan yang bisa menjawab perkembangan zaman. Karena jelas kita tidak bisa menghindari arus globalisasi ini, kecuali menghadapinya walaupun dengan penuh tantangan. Dan salah satunya adalah dengan meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan baik pendidikan secara umum atau pun pendidikan Islam secara khusus.

Oleh karenanya disinilah tugas dari sebuah pendidikan sebagai upaya pembentukan serta pengembangan sumber daya manusia agar dalam prosesnya nanti bisa terwujud sesuai apa yang dicita-citakan dalam tujuan pendidikan. Dalam makalah ini akan dibahas kaitannya dengan masalah hakikat yang sebenarnya mengenai pendidikan baik secara umum, dan secara khususnya pendidikan dalam Islam.

Pembahasan

A. Hakikat Pendidikan

1. Definisi Pendidikan

Sebelum kita tahu apa sebenarnya hakikat pendidikan itu, kita harus perlu tahu tentang pendidikan itu sendiri. Dari segi pengertiannya. Arti pendidikan secara etimologi (bahasa), adalah berasal dari bahasa Yunani yaitu paedagogie, yang terdiri dari kata "pais" yang artinya anak, dan "Again" diterjemahkan dengan membimbing. Jadi paedagogie adalah bimbingan yang diberikan kepada anak. [1]

Sedangkan pendidikan dalam arti epistemologi (istilah), yang sebenarnya sangat sulit untuk dijabarkan secara eksplisit. Karena pendidikan yang mempunyai unsur-unsur dan cakupan wilayah yang sangat luas. Tetapi disini penulis membatasi pengertian pendidikan tertentu, setidaknya bisa mewakili beberapa faktor-faktor terpenting kaitannya dalam pendidikan. Banyak sekali yang dapat mendifinisikan tentang pendidikan. Antara lain :

1. Langeveld

Pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepatnya membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa. [2]

2. John Dewey

Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. [3]

3. Driyarkara

Pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ketaraf insani. [4]

4. Carter V. Good

a. Pedagody Is the art, Practice, or profession of teaching. (seni, Praktek, atau profesi sebagai pengajar)

b. The sistematized learning or instruction concerning principles and Methods of teaching and of student control and guidance; largely replaced by the term education. (Ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan dengan prinsip dan metode-metode mengajar, pengawasan, dan bimbingan murid; dalam arti luas digantikan dengan istilah pendidikan.) [5]

5. UU. Nomer 20 Tahun 2003 (SISDIKNAS)

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. [6]

6. Mortimer J. Adler mengartikan pendidikan adalah : proses dengan mana semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistik dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu kebiasaan yang baik. [7]

7. Herman H. Horne, berpendapat bahwa : pendidikan dipandang sebagai suatu proses penyesuaian diri manusia secara timbal balik dengan alam sekitar, dengan sesama manusia, dan dengan tabi`at tertinggi dari kosmos. [8]

8. William Mc Gucken SJ, salah seorang tokoh pendidikan katolik berpendapat, bahwa pendidikan diartikan oleh ahli scholastik sebagai suatu perkembangan dan kelengkapan dari kemampuan-kemampuan manusia baik secara moral, intelektual, maupun jasmaniyah yang diorganisasikan, dengan atau untuk kepentingan individual atau sosial dan diarahkan dengan kegiatan-kegiatan yang bersatu dengan penciptanya sebagai tujuan akhir. [9]

2. Hakikat Pendidikan

Dari beberapa pengertian di atas, dari batasan yang diberikan oleh para ahli pendidikan, meskipun terdapat perbedaan secara redaksional, namun esensialnya terdapat kesatuan unsur atau faktor-faktor yang ada didalamnya. Yaitu bahwa pengertian pendidikan disini adalah merupakan suatu proses bimbingan, pengajaran yang terdapat didalamnya unsur-unsur pendidikan, dengan harapan dan tujuan agar "peserta didik" dapat mengembangkan dirinya untuk bekal di masa depan. Dengan kata lain menurut pandangan penulis bahwa pada hakikatnya "pendidikan" harus mempunyai unsur-unsur proses pendewasaan, dalam artian bahwa pendidikan diciptakan untuk membekali bagi "peserta didik" agar lebih bersikap dewasa karena perkembangan dan kemajuan peradaban zaman. Hingga akhirnya sangat diperlukan manusia-manusia yang "dewasa". Kemudian selain dari proses pendewasaan juga terdapat unsur transer of knowlegh dalam pendidikan. Kita tidak bisa memungkiri bahwa unsur yang esensial disini adalah "transfer ilmu" meskipun dalam perkembangannya dulu hanya sebatas mentransferkan ilmu saja, tidak adanya ilmu yang respek dengan kebutuhan. Akhirnya peserta didik dipaksakan untuk bisa menguasai seluruh ilmu yang didapatkan tanpa mengetahui makna dan hakikat yang sebenarnya. Peserta didik hanya dijadikan sebagai subjek pendidikan saja, sehingga timbul kesan adanya mendikotomi ruang gerak dari peserta didik. Sehingga banyak peserta didik yang hanya bisa menguasai teori-teori tetapi pada kenyataan pada dataran praktisnya tidak dapat diterapkan sesuai dengan kebutuhannya. Karena mungkin ilmu tersebut sudah tidak relevan lagi dengan zamannya. Sehingga potensi peserta didik "terpasung" dalam perkembangan potensi dirinya. kemudian unsur yang berikutnya adalah pendidikan saat ini harus bisa "memanusiakan manusia" (humanisasi). Sebagaimana paradigma yang dibawa oleh Paulo freire, Ia mengatakan bahwa karenanya subyek dari pendidikan adalah manusia yang aktif, maka pendidikan yang sekarang perlu dikembangkan pendidikan yang humanis. Karena pada prinsipnya manusia memiliki kebebasan individu dalam menentukan pilihannya, walaupun paling sulit baginya, tidak adanya pembagian sosial yang kontradiktif, misalnya perbedaan si kaya dan si miskin, sibodoh dan si pintar, dll. Hal ini menurut pendapat Freire merupakan suatu bentuk penindasan yang bertentangan dengan fitrah manusia. Karena manusia mempunyai potensi yang berbeda-beda. Kemudian yang menjadi titik penting disini adalah bagaimanakah agar pendidikan kita sekarang ini dapat beradaptasi dengan perubahan sosial ? Mengingat semakin majunya pola perkembangan zaman "globalisasi".

B. Hakikat pendidikan Islam

1. Definisi Pendidikan Islam

Dalam pembahasan ini sebagai upaya rekonstruksi terhadap pola dan sistem pendidikan Islam yang telah berlangsung. Upaya ini berpijak pada tiga kerangka yaitu, hakikat manusia dan segala aspeknya, teori tentang pengetahuan pendidikan Islam, dan sisten nilai pendidikan Islam. Dengan pendekatan dari segi filosofis, dengan harapan dapat menemukan format yang cocok dan mempunyai karakteristik yang islami sehingga pendidikan Islam benar-benar dapat ditempatkan sebagaimana mestinya.

Sebelum kita mengetahui hakikat pendidikan Islam, ada baiknya kita mengetahui dahulu tentang Islam itu sendiri kaitannya dalam pendidikan. Kita tidak menafikkan bahwa hati kecil kita mengatakan, pasti agama yang paling di Ridhoi atau diakui disisi-Nya hanyalah Islam. Apalagi hal ini sudah terdapat penegasan dari Allah sendiri di dalam al-Qur`an. Dengan segala kelemahan yang terdapat pada manusia sehingga kita mengenal Islam lebih jauh, hal ini tidak terlepas dari pendidikan. Oleh sebab itu hubungan antara pendidikan dan Islam sangat erat kaitannya. Maksudnya adalah beragama Islam adalah tujuannya sedangkan pendidikan adalah sebagai alatnya.

Di dalam Islam setidaknya terdapat istilah yang digunakan untuk pendidikan. Yaitu, Tarbiyah, Ta`lim, Ta`dib, ar-Riyadhoh.[10] Yang mempunyai makna yang berbeda, karena perbedaan teks dan konteks kalimatnya. Walaupun terdapat term-term yang mempunyai kesamaan maknanya.

Formulasi dari hakikat pendidikan Islam tidak boleh dilepaskan begitu saja dari ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur`an dan as-Sunnah. Karena merupakan sumber yang otentik dalam penggalian khasanah keilmuwan apapun.

a. Tinjauan Etimologi

Dalam leksiologi al-Qur`an tidak ditemukan istilah al-Tarbiyah, tetapi terdapat istilah yang senada dengannya yaitu ar-Robb, Robbayani, Nurobbi, Ribbiyun, Robbani. Sebaliknya di dalam hadis Nabi digunakan istilah Robbani. Yang kesemuanya mempunyai konteks makna yang berbeda-beda.

Apabila al-Tarbiyah diidentikan dengan ar-Rabb, para ahli mendefinisikan sebagai berikut :

a) Ustadz Karim al-Bastani, Dkk, mengartikan ar-Rabb, dengan tuan, pemilik, memperbaiki, perawatan, tambah, mengumpulkan, dan memperindah. [11]

b) Ibnu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, memperbaiki arti ar-Rabb dengan pemilik, tuan, yang maha memperbaiki, yang maha mengatur, yang maha menambah, dan yang maha menunaikan. [12]

c) Fahrur Razi, berpendapat bahwa ar-Rabb, merupakan fonem yang se-akar dengan al-Tarbiyah, yang mempunyai makna at-Tanmiyah (pertumbuhan dan perkembangan). [13]

d) Al-Jauhari memberikan makna al-Tarbiyah, Robban, dan Robba, dengan memberi makan, memelihara dan mengasuh. [14]

Dari banyaknya istilah pendidikan Islam dalam konteks Islam antara lain, Tarbiyah, Ta`lim, Ta`dib, ar-Riyadhoh, Yang paling berkembang dan populer secara umum adalah istilah Tarbiyah. Sedangkan istilah Istilah Ta`lim, Ta`dib, ar-Riyadhoh jarang sekali digunakan. [15]

Penggunaan istilah al-Tarbiyah berasal dari kata Rabb walaupun kata ini mempunyai banyak arti, tetapi pengertian dasarnya menunjukan makna tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjaga kelestariannya atau eksistensinya. [16] apabila istilah Tarbiyah diidentikkan dengan bentuk madli-nya Rabbayani sebagaimana yang tertera dalam surat al-Isra : 24 yang artinya :

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".

Dan bentuk mudhori-nya Nurabbi dalam surat as-syu`ara : 18 yang artinya :

“Fir'aun menjawab: "Bukankah kami Telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu.”

Al-Tarbiyah mempunyai arti mengasuh, menanggung, memberi makan, mengembangkan, memelihara, membesarkan, mempertumbuhkan, memproduksi, dan menjinakkan. [17] hanya saja dalam konteks kalimat dalam surat al-Isra, lebih luas mencakup aspek jasmani dan rohani, sedangkan dalam surat as-Syu`ara hanya mencakup aspek jasmani.

Fahrur Razi berpendapat bahwa term Robbayani tidak hanya pengajaran bersifat ucapan (kognitif), tetapi juga meliputi pengajaran tingkah laku (afektif). [18] Sayyid Quthub menafsirkan fenomena Robbaniyah sebagai pemeliharaan anak serta menumbuhkn kematangan sikap mentalnya. [19] selanjutnya terdapat juga di dalam QS. Al-Imran : 79 dan 149 disebutkan istilah Robbaniyyin, dan Ribbiyyun diartikan sebagai proses tranformasi ilmu pengetahuan dan sikap pada anak didik, yang mempunyai semangat tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupan nya sehingga terwujud ketaqwaan, budi pekerti, dan pribadi yang luhur. [20]

Uraian di atas, secara filosofis mengisyaratkan bahwa proses pendidikan Islam adalah bersumber pada pendidikan yang diberikan Allah sebagai "pendidik" seluruh ciptaannya. Kandungan yang terdapat pada term al-Tarbiyah mengandung empat unsur pendekatan, yaitu, (1) memelihara dan menjaga fitrah anak didik menjelang dewasa (baligh), (2) mengembangkan seluruh potensi menuju kesempurnaan (3) mengarahkan seluruh fitrah menuju kesempurnaan (4) melaksanakan pendidikan secara bertahap. [21]

2. Tinjauan Terminologis

Para ahli memiliki cara yang beragam dalam memberikan makna al-Tarbiyah antara lain :

a. Muhammad Jamaluddin al-Qosimi, mendefinisikan al-Tarbiyah, " hiya tablighusy sya`i ila kamalihi, syaian fa syaian " yaitu proses penyampaian sesuatu pada batas kesempurnaan yang dilakukan secara tahap demi tahap. [22] sebaliknya al-Asfaghani, mendefinisikan "hiya insya` asy-syai` halan fa halan ila hadith taman" taitu proses menumbuhkan sesuatu secara bertahap yang dilakukan setapak demi setapak sampai pada batas kesempurnaan. [23]

b. Ismail Haqi al –Barusawi memberikan arti al-Tarbiyah dengan proses pemberian nafsu dengan berbagai kenikmatan, pemeliharaan hati nurani, dengan berbagai kasih sayang, bimbingan jiwa dengan hukum-hukum syari`ah, serta pengarahan hati nurani dengan berbagai etika kehidupan dan penerangan rahasia hati dengan hakikat pelita. [24]

c. Musthafa al-Maraghi memberikan arti al-Tarbiyah dengan dua bagian, yaitu : 1) Tarbiyah kholqiyyah, pembinaan dan pengembangan jasad, jiwa dan akal dengan berbagai petunjuk. 2) Tarbiyah Diniyah Tahdzibiyah, pembinaan jiwa dengan wahyu untuk kesempurnaan akal dan kesucian jiwa. [25]

d. Muhammad Athiyah al-Abrasyi, men-takrif-kan al-tarbiyah sebagai upaya mempersiapkan individu untuk kehidupan yang lebih sempurna, kebahagiaan hidup, cinta tanah air, kekuatan raga, kesempurnaan etika, sistematik dalam berfikir tajam, berperasaan, giat dalam berkreasi, toleransi pada yang lain, berkopetensi dalam mengungkapkan bahasa tulis dan bahasa lisan, dan terampil berkreativitas. [26]

Sedangkan apabila pendidikan konteks Islam yang diidentikkan term Al-Ta`lim, dengan beberapa pengertian sebagai berikut :

a. Muhammad Rasyid ridha mentakrifkan al-Ta`lim dengan proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. [27]

b. Syed Muhammad Naquib al-Attas, memberikan makna at-ta`lim dengan pengajaran tanpa adanya pengenalan secara mendasar. Namun apabila at- Ta`lim disinonimkan dengan al-tarbiyah, al-ta`lim mempunyai makna pengenalan tempat segala ssuatu sebuah sistem. [28] Dalam pandangan an-Naquib, ada konotasi tertentu yang dapat membedakan antara al-Ta`lim dengan al-Tarbiyah, yaitu ruang lingkup al-Ta`lim lebih universal dari pada ruang lingkup al-Tarbiyah. Hal ini karena al-Tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan dan hanya mengacu pada segi kondisi eksistensial.

c. Muhammad Athiyah al-Abrasyi, memberikan pengertian al-Ta`lim berbeda dengan pendapat-pendapat di atas, beliau menyatakan bahwa al-Ta`lim lebih khusus dibandingkan dengan al-Tarbiyah, karena al-Ta`lim hanya merupakan upaya menyiapkan individu dengan mengacu pada aspek-aspek tertentu saja, sedangkan al-Tarbiyah mencakup keseluruhan aspek pendidikan. Al-ta`lim merupakan bagian kecil dari al-Tarbiyah al-aqliyah, yang bertujuan memperoleh pengetahuan dan keahlian berfikir, yang sifatnya mengacu pada domain kognitif, sebaliknya al-tarbiyah tidak hanya mengacu pada domain kognitif, tetapi juga domain afektif, dan psikomotorik.

Adapun pengertian atTa`dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat, dari segala sesuatu dari tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud keberadaannya. [29] pengertian ini sesuai dengan hadis Nabi yang berbunyi "adabbani Robbi faahsana ta`diibi" yang artinya, tuhanku telah mendidikku, sehingga menjadi baik pendidikanku.

Sebaliknya term al-Riayadloh hanya khusus dipakai oleh imam al-Ghazali dengan istilah "riyadhotussibyan" artinya pelatihan terhadap individu pada fase kanak-kanak. [30] Imam al-Ghazali dalam mendidik anak lebih menekankan sifat afektif dan psikomotorik, bila dibandingkan dengan aspek kognitif. Hal itu karena apabila pada waktu masa kanak-kanak telah di didik berbuat yang positif, maka pada usia dewasa pun lebih mudah untuk membentuk kepribadian yang shaleh. Dan secara otomatis pengetahuan yang bersifat kognitif lehih mudah diperolehnya.

2. Hakikat Pendidikan Islam

Dari beberapa ragam definisi tentang al-Tarbiyah, al-Ta`lim, al-Ta`dib, dan al-Riyadloh, para ahli pendidikan Islam mencoba memformulasikan kaitannya tentang hakikat pendidikan Islam, sebagaimana dalam ulasan berikut ini :

a. Dr. Muhammad SA Ibrahimy (Bangladesh), menyatakan bahwa pengertian pendidikan Islam adalah "pendidikan Islam dalam pandangan yang sebenarnya adalah suatu sistem pendidikan yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan cita-cita Islam. Sehingga dengan mudah ia dapat membentuk hidupnya sesuai dengan ajaran Islam"

b. Prof. Dr. Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibani mendefinisikan pendidikan islam dengan "proses mengubah tingkah laku individu bagi kehidupan pribadi, masyarakat, dan alam sekitarnya. Dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan sebagai profesi diantara profesi-profesi asasi dalam masyarakat. [31]

c. Dr. Muhammad Fadil al-Jamaly, memberikan arti pendidikan Islam dengan " upaya mengembangkan mendorong serta mengajak mausia lebih maju berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia, sehingga terbentuk pribadi yang sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan. [32]

d. Abdurrahman Mas’ud, Pemikiran pendidikan dalam Islam memiliki makna sentral dan berarti proses pencerdasan secara utuh, as a whole, dalam rangka mencapai Sa’adatuddarain, kebagiaan dunia akhirat, atau keimbangan meteri dan religiuous-spiritual. Salah satu ajaran dasar Nabi adalah intelektualisasi total, yakni proses penyadaran kepada umat dalam pelbagai dimensi dengan mau’idhah hasanah, Wisdom atau hikmah dan Excellent argumentation ( Wajadilhum billati hia ahsan : Qur’an, 16: 125 ).[33]

e. Dr. Muhammad Javed as-Sahlani dalam bukunya "al-Tarbiyah wa-at-ta`lim al-qur`nul karim, mengartikan pendidikan sebagai "proses pendekatan diri manusia kepada tingkat kesempurnaan dan mengembangkan kemampuannya"

Dari definisi itu mempunyai tiga prinsip pendidikan Islam yaitu,

1. Pendidikan merupakan proses perbantuan pencapaian tingkat kesempurnaan, yaitu manusia mencapai tingkat keimanan dan berilmu (QS, 58:11), yang disertai dengan amal yang saleh (QS, 67:2)

2. Sebagai model, maka Rasulullah sebagai uswatun khasanah (QS 33: 21) yang dijamin Allah memiliki akhlaq mulia (QS 68 :4)

3. Pada diri manusia terdapat potensi baik dan buruk (QS 91 :7-8)

Dari beberapa pengertian yang dipaparkan oleh beberapa pakar ahli di atas, penulis mencoba menawarkan suatu bentuk rumusan pendidikan Islam sebagai rekonstruksi terhadap pengertian-pengertian di atas. Pengertian yang penulis maksud berpijak pada kerangka dasar filsafat pendidikan Islam dan juga diambil dari tinjauan etimologi maupun terminologi "pendidikan" dalam konteks Islam.[34]

Adapun pengertian pendidikan Islam adalah proses tranformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai islami pada peserta didik melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya untuk mencapai keseimbangan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspek.

Pengertian tersebut mempunyai enam prinsip pendidikan Islam yaitu :

1. proses tranformasi dan internalisasi, yaitu upaya pendidikan Islam harus dilakukan secara berangsur-angsur, berjenjang dan istiqamah. Penanaman, pengarahan, pengajaran, dan pembimbingan dilakukan secara terencana, sistematis, terstruktur, dengan menggunakan pola dan sistem tertentu.

2. Ilmu pengetahuan, yaitu upaya yang diarahkan pada pemberian dan penghayatan dan pengamalan ilmu pengetahuan

3. Nilai-nilai Islam, maksudnya adalah nilai-nilai Ilahiah dan nilai-nilai insaniah. Nilai Ilahi bersumber pada dua aspek, yaitu nilai yang bersumber padsa sifat-sifat Allah, dan bersumber pada hukum-hukum Allah.

4. Pada diri peserta didik, maksudnya adalah pendidikan iti diberikan kepada peserta didik yang mempunyai potensi ruhani.

5. Melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrah manusia guna mencapai keseimbangan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspek.

6. Dengan terbentuknya menjadi insan kamil yaitu manusia yang dapat menyeimbangkan kebutuhan hidup jasmani, rohani, struktur kehidupan dunia akhirat. Penyeimbangan fungsi manusia sebagai khalifah Allah dan keseimbangan pelaksanaan hablum minallah, hablum minannas.

Kesimpulan

Dari pemaparan diatas kaitannya dengan hakikat pendidikan, dapat disimpulkan hakikat dari pendidikan adalah pendidikan harus lebih menekankan pada aspek-aspek proses mendewasakan, Transfer of Knowledge, pendidikan yang memanusiakan manusia, serta pendidikan yang bisa merubah kehidupan sosial.

Sedangkan hakikat dari pendidikan Islam sendiri adalah:

1. proses tranformasi dan internalisasi, yaitu upaya pendidikan Islam harus dilakukan secara berangsur-angsur, berjenjang dan istiqamah. Penanaman, pengarahan, pengajaran, dan pembimbingan dilakukan secara terencana, sistematis, terstruktur, dengan menggunakan pola dan sistem tertentu.

2. Ilmu pengetahuan, yaitu upaya yang diarahkan pada pemberian dan penghayatan dan pengamalan ilmu pengetahuan

3. Nilai-nilai Islam, maksudnya adalah nilai-nilai Ilahiah dan nilai-nilai insaniah. Nilai Ilahi bersumber pada dua aspek, yaitu nilai yang bersumber padsa sifat-sifat Allah, dan bersumber pada hukum-hukum Allah.

4. Pada diri peserta didik, maksudnya adalah pendidikan iti diberikan kepada peserta didik yang mempunyai potensi ruhani.

5. Melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrah manusia guna mencapai keseimbangan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspek.

6. Dengan terbentuknya menjadi insan kamil yaitu manusia yang dapat menyeimbangkan kebutuhan hidup jasmani, rohani, struktur kehidupan dunia akhirat. Penyeimbangan fungsi manusia sebagai khalifah Allah dan keseimbangan pelaksanaan hablum minallah, hablum minannas.

(Penulis : Ali Mu`tafi, S.H.I)

Daftar Pustaka

Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1991.

Abu Suud bin Muhammad `imadi al-Hanafi, Tafsir Abu Su`ud Riyad, Maktabah Riyad, Juz I.

Abdurrahman an-Nahlawi, Ushulul Tarbiyah al-Islam wa asalibuha, Bairut : Dar al-Fikr, 1979.

Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2000.

Ali, Hery Noer, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Logos, 1999

Driyarkara, Driyarkara Tentang Pendidikan, yayasan Kanisius Yogyakarta, 1950.

Dawam Raharjo, S.E., Ensiklopedi Al-Qur’an ; Tafsir Sosial berdasarkan Konsep-Konsep Kunci, Paramadinah Jakarta, 1996.

Fahrur Razi, Tafsir Fahrur Razi, Teheran : Darul Kuthubil Ilmiah, Juz XXI, Hlm. 151.

Hasbullah dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001.

Isma’il SM., Nurul Huda, Abdul Kholiq, ( edit. ), Paradigma Pendidikan Islam, Pustaka Belajar, Bekerja Sama dengan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Cet. I, 2001.

Ismail Haqi al –Barusawi, Tafsir Buhul Bayan, Bairut : Dar Fikr, Juz I.

Ibnu Abdillah Muhammad bin Ahmadal-Anshari al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, Cairo : Barus Sya`bi, Juz 1.

Karim al-Bastani, Dkk, al-Munjil Fi Lughah Wa A`lam, Beirut : Darul Masyriq, XXVI/1875.

Mu`arif, Wacana Pendidikan Kritis, Menelanjangi Problematika, meretas Masa Depan Pendidikan Kita, Yogyakarta : IRCiSoD, 2005.

Muhaimin, Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Bandung : Trigenda Karya, 1993.

Muhammad Jamaluddin al-Qosim, Tafsir Mahasin at-Ta`wil, Kairo : Darul Ahya, Juz I.

Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, bairut : Darul Fikr, Juz I.

Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Ruhut Tarbiyah wa Ta`lim, Saudi Arabia : Darul Ahya`k

Muhammad Fadil al-Jamaly, Filsafat Pendidikan dalam al-Qur`an, Surabaya : Bina Ilmu, 1986.

Muhammad Rasyid ridha, Tafsir al-Manar, Mesir : Darul Manar, IV/1373, Juz I.

Nurkholis Majid, Islam Doktrin dan Peradaban, Jakarta : 1992.

Omar Muhammad at-Toumy al-Syaebani, Falsafah Pendidikan Islam, (Terj.) oleh Hasan Langgulung.

Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di Tengan Arus Perubahan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005.

Syeikh Muhammad an-Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam Bandung : Mizan, 1998.

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, Jakarta : Ciputat Press, 2002.

Sayyid Quthub, Tafsir Fi Dlilalil Qur`an, Bairut : Ahyal, Juz XV.

Undang-undang SISDIKNAS Nomer 20 Tahun 2003, BAB I, ketentuan Umum Pasal 1, Yogyakarta : Media Wacana, 2003.



[1] Lihat Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1991, Hlm. 69.

[2] Langeveld (terj.) Paedagogie Teoritis /Sistematis, : FIP-IKIP Jakarta, 1971. fatsal 5, 5a. yang dikutip oleh Hasbullah dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001, Hlm. 2.

[3] Lihat Abu ahmadi dan Uhbiyati, Ilmu Pendidikan…, Hlm. 69.

[4] Driyarkara, Driyarkara Tentang Pendidikan, yayasan Kanisius Yogyakarta, 1950, Hlm. 74. hal ini senada dengan paradigma pendidikan yang dibangun oleh tokoh pendidikan kontemporer "wacana pendidikan kritis" beliau berpendapat bahwa pendidikan adalah untuk "memanusiakan manusia" Humanisasi. Lihat, Mu`arif, Wacana Pendidikan Kritis, Menelanjangi Problematika, meretas Masa Depan Pendidikan Kita, Yogyakarta : IRCiSoD, 2005, Hlm. 72.

[5] Carter V. Good, Dictionari of education, New York, Mc. Graw Hill Book Company, Inc, 1958, Hlm. 387, sebagaimana yang dikutip oleh Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1991, Hlm. 3.

[6] Undang-undang SISDIKNAS Nomer 20 Tahun 2003, BAB I, ketentuan Umum Pasal 1, Yogyakarta : Media Wacana, 2003, Hlm. 9.

[7] Mortimer J. Adler, dalam Philosopies of Education, P. 209. sebagaimana yang dikutip oleh Arifin, Filsafat…, Hlm. 12.

[8] Herman H. Horne, Ibid…, Hlm. 12.

[9] William Mc gucken SJ, dalam Philosopies of Education, P. 209. sebagaimana yang dikutip oleh Arifin, Filsafat…, Hlm.13.

[10] Muhaimin, Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Bandung : Trigenda Karya, 1993, Hlm. 127.

[11] Lihat Karim al-Bastani, Dkk, al-Munjil Fi Lughah Wa A`lam, Beirut : Darul Masyriq, XXVI/1875, Hlm. 243-244.

[12] Ibnu Abdillah Muhammad bin Ahmadal-Anshari al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, Cairo : Barus Sya`bi, Juz 1, Hlm. 120.

[13] Fahrur Razi, Tafsir Fahrur Razi, Teheran : Darul Kuthubil Ilmiah, Juz XXI, Hlm. 151.

[14] Syeikh Muhammad an-Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam Bandung : Mizan, 1998, Hlm. 66.

[15] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, Jakarta : Ciputat Press, 2002, Hlm. 25.

[16] Ibid, hlm. 26.

[17] Syeikh Muhammad an-Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam Bandung : Mizan, 1998, Hlm. 129.

[18] Fahrur Razi, Tafsir Fahrur Razi,…, Hlm. 129.

[19] Sayyid Quthub, Tafsir Fi Dlilalil Qur`an, Bairut : Ahyal, Juz XV, Hlm. 15.

[20] Makna "robbanidan ribbiyyun" tidak hanya berarti pendeta. Tetapi dalam konteks kalimat tersebut lebih tepat diartikan dengan orang-orang yang mempunyai sikap-sikap pribadi, yang secara sungguh-sungguh berusaha memahami dan mentaati-Nya. Hal tersebut mencakup kesadaran akhlak manusia dalam kiprah hidupnya di dunia ini. Oleh karenanya ada korelasi antara taqwa, akhlak, dan pribadi luhur. Dengan kata lain orang yang telah sempurna ilmu serta taqwa kepada Allah. (lihat Nurkholis Majid, Islam Doktrin dan Peradaban) Jakarta : 1992, Hlm. 45.

[21] Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan metode, Hlm. 32, sebagaimana yang dikutip dalam bukunya Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, Jakarta : Ciputat Press, 2002, Hlm. 38.

[22] Muhammad Jamaluddin al-Qosim, Tafsir Mahasin at-Ta`wil, Kairo : Darul Ahya, Juz I, Hlm. 8. dan Abu Suud bin Muhammad `imadi al-Hanafi, Tafsir Abu Su`ud Riyad, Maktabah Riyad, Juz I, Hlm. 19.

[23] Abdurrahman an-Nahlawi, Ushulul Tarbiyah al-Islam wa asalibuha, Bairut : Dar al-Fikr, 1979, Hlm. 13.

[24] Ismail Haqi al –Barusawi, Tafsir Buhul Bayan, Bairut : Dar Fikr, Juz I, Hlm. 13.

[25] Musthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, bairut : Darul Fikr, Juz I, Hlm. 30.

[26] Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Ruhut Tarbiyah wa Ta`lim, Saudi Arabia : darul Ahya`k, Hlm. 7.

[27] Muhammad Rasyid ridha, Tafsir al-Manar, Mesir : Darul Manar, IV/1373, Juz I, Hlm. 262.

[28] Syeikh Muhammad an-Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam Bandung : Mizan, 1998, Hlm. 5.

[29] Syeikh Muhammad an-Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam Bandung : Mizan, 1998.

[30] Karim al-Bastani, Dkk, al-Munjil Fi Lughah Wa A`lam, Beirut : Darul Masyriq, XXVI/1875, Hlm.287.

[31] Omar Muhammad al-Toumi al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung, Jakarta : Bulan Bintang, 1979, Hlm. 399.

[32] Muhammad Fadil al-Jamaly, Filsafat Pendidikan dalam al-qur`an, Surabaya : Bina Ilmu, 1986, Hlm. 3.

[33] Isma’il SM., Nurul Huda, Abdul Kholiq, ( edit. ), Paradigma Pendidikan Islam, Pustaka Belajar, Bekerja Sama dengan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, Cet. I, 2001, hlm. 07

[34] Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal, Pondok Pesantren di Tengan Arus Perubahan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005, Hlm. 57.